
Menelusuri Luka: Pecahnya Dualisme PSHT 2016-2017
Halo para dulur SH Terate dan pembaca setia tewe my id!
Kali ini, kita akan membahas sebuah topik yang mungkin masih terasa pahit bagi sebagian besar anggota Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Sebuah masa kelam yang sempat memecah belah persaudaraan yang kita junjung tinggi: Dualisme PSHT tahun 2016-2017.
Saya tahu, membicarakan ini bukanlah hal yang mudah. Luka lama bisa kembali terbuka, dan perdebatan mungkin akan kembali memanas. Namun, sebagai bagian dari keluarga besar PSHT, kita punya tanggung jawab untuk memahami akar masalah, belajar dari kesalahan, dan memastikan tragedi serupa tidak terulang di masa depan.
Jadi, mari kita mulai penelusuran ini dengan kepala dingin dan hati yang terbuka.
Latar Belakang: Bibit Perpecahan Mulai Bersemi
Sebelum kita masuk ke tahun 2016-2017, penting untuk memahami bahwa bibit perpecahan sebenarnya sudah mulai bersemi jauh sebelumnya. Ada beberapa faktor yang menjadi pemicu utama:
Perbedaan Interpretasi AD/ART: Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PSHT, sebagai landasan organisasi, ternyata memiliki celah interpretasi yang berbeda di antara para sesepuh dan pengurus. Hal ini memicu perbedaan pandangan tentang bagaimana organisasi harus dijalankan, khususnya terkait mekanisme pengambilan keputusan dan pemilihan pengurus.
Perebutan Kekuasaan: Tidak bisa dipungkiri, di balik idealisme persaudaraan, terselip pula ambisi kekuasaan. Perebutan posisi strategis dalam organisasi, terutama Ketua Umum, menjadi salah satu faktor yang memperkeruh suasana.
Intervensi Pihak Eksternal: Ada dugaan kuat bahwa pihak-pihak di luar PSHT turut campur tangan dalam konflik internal ini. Motifnya beragam, mulai dari kepentingan politik hingga bisnis. Intervensi ini tentu saja semakin memperkeruh suasana dan menyulitkan upaya rekonsiliasi.
Kurangnya Komunikasi dan Transparansi: Komunikasi yang buruk dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan organisasi semakin memperlebar jurang perbedaan. Informasi penting seringkali tidak sampai ke seluruh anggota, yang pada akhirnya menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan.
Puncak Konflik: Munculnya Dua Kepemimpinan
Puncak dari segala permasalahan ini terjadi pada tahun 2016-2017, ketika muncul dua kepemimpinan yang saling mengklaim sebagai pengurus sah PSHT.
Kepengurusan yang pertama, di bawah kepemimpinan KangMas ir Muhammad Taufik Hasil Parapatan Luhur 2016 mengklaim memiliki legitimasi berdasarkan hasil parapatan luhur (musyawarah tertinggi) yang dianggap sah oleh pendukungnya.
Kepengurusan yang kedua, di bawah kepemimpinan Kangmas ir Moerdjoko H.W juga mengklaim memiliki legitimasi yang sama, dengan alasan bahwa parapatan luhur yang sebelumnya cacat hukum dan tidak sesuai dengan AD/ART.
Situasi ini tentu saja menimbulkan kebingungan dan perpecahan di kalangan anggota PSHT. Cabang-cabang di berbagai daerah terpecah menjadi dua kubu, masing-masing mendukung kepengurusan yang berbeda. Kegiatan organisasi menjadi terhambat, dan bahkan terjadi bentrokan fisik antara kedua kubu di beberapa tempat.
Dampak Negatif Dualisme
Dampak dari dualisme ini sangat merugikan bagi PSHT secara keseluruhan:
Perpecahan Internal: Yang paling jelas adalah perpecahan di kalangan anggota. Persaudaraan yang selama ini dijunjung tinggi menjadi tercoreng akibat konflik internal.
Citra Organisasi Tercemar: Di mata masyarakat, PSHT yang selama ini dikenal sebagai organisasi pencak silat yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, tercitrakan sebagai organisasi yang penuh konflik dan intrik.
Kinerja Organisasi Terhambat: Kegiatan organisasi, seperti pelatihan, ujian kenaikan tingkat, dan kegiatan sosial, menjadi terhambat karena fokus terpecah pada penyelesaian konflik internal.
Kehilangan Kepercayaan: Banyak anggota yang merasa kecewa dan kehilangan kepercayaan terhadap para pemimpin dan organisasi secara keseluruhan.
Potensi Konflik Berkelanjutan: Jika tidak segera diselesaikan, dualisme ini berpotensi menjadi konflik berkepanjangan yang akan terus merugikan PSHT di masa depan.
Upaya Rekonsiliasi: Jalan Panjang Menuju Persatuan
Menyadari dampak negatif yang begitu besar, berbagai upaya rekonsiliasi pun dilakukan oleh para sesepuh, tokoh masyarakat, dan pihak-pihak yang peduli terhadap PSHT. Upaya-upaya tersebut antara lain:
Dialog dan Musyawarah: Berbagai pertemuan dan musyawarah dilakukan untuk mempertemukan kedua kubu dan mencari solusi yang terbaik.
Mediasi: Pihak ketiga, seperti tokoh agama dan tokoh masyarakat, dilibatkan untuk menjadi mediator dalam konflik ini.
Pendekatan Hukum: Beberapa pihak mencoba menyelesaikan konflik ini melalui jalur hukum, namun upaya ini tidak selalu membuahkan hasil yang memuaskan.
Kembali ke Khittah: Seruan untuk kembali ke khittah PSHT, yaitu menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan, kesederhanaan, dan kerukunan, terus digaungkan.
Proses rekonsiliasi ini tidak berjalan mudah. Banyak tantangan dan hambatan yang harus dihadapi. Namun, dengan niat yang tulus dan semangat persaudaraan, sedikit demi sedikit, jurang perbedaan mulai dipersempit.
Pelajaran Berharga: Refleksi untuk Masa Depan
Peristiwa dualisme PSHT 2016-2017 memberikan pelajaran berharga bagi kita semua:
Pentingnya Komunikasi yang Efektif: Komunikasi yang baik dan terbuka adalah kunci untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman dan konflik internal.
Transparansi dalam Pengelolaan Organisasi: Pengelolaan organisasi yang transparan akan meningkatkan kepercayaan anggota dan mencegah terjadinya kecurigaan.
Menjunjung Tinggi Nilai-Nilai Persaudaraan: Persaudaraan adalah fondasi utama PSHT. Jangan biarkan kepentingan pribadi atau kelompok merusak persaudaraan yang telah kita bangun selama ini.
Taat pada AD/ART: AD/ART adalah landasan organisasi. Semua keputusan dan tindakan harus sesuai dengan AD/ART.
Menghindari Intervensi Pihak Eksternal: Jangan biarkan pihak luar mencampuri urusan internal PSHT. Kita harus mampu menyelesaikan masalah kita sendiri dengan cara yang bijak dan damai.
Langkah ke Depan: Membangun Kembali Kepercayaan
Setelah melewati masa-masa sulit, kini saatnya kita bangkit dan membangun kembali kepercayaan. Beberapa langkah yang perlu kita lakukan antara lain:
Memperkuat Solidaritas Internal: Meningkatkan komunikasi dan silaturahmi antar anggota, tanpa memandang perbedaan pandangan atau afiliasi.
Meningkatkan Kualitas Kepemimpinan: Memilih pemimpin yang amanah, visioner, dan mampu merangkul semua pihak.
Meningkatkan Kualitas Program: Menyusun program-program yang bermanfaat bagi anggota dan masyarakat, serta meningkatkan kualitas pelatihan pencak silat.
Memperbaiki Citra Organisasi: Meningkatkan kegiatan sosial dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat.
Menjaga Keharmonisan dengan Pihak Lain: Membangun hubungan yang baik dengan organisasi pencak silat lainnya dan dengan pemerintah.
Kesimpulan
Dualisme PSHT tahun 2016-2017 adalah sebuah tragedi yang tidak boleh dilupakan Begitu saja. Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua tentang pentingnya menjaga persaudaraan, komunikasi, transparansi, dan ketaatan pada AD/ART.
Dengan belajar dari kesalahan masa lalu, kita bisa membangun PSHT yang lebih kuat, solid, dan bermanfaat bagi masyarakat. Mari kita jadikan peristiwa ini sebagai momentum untuk introspeksi diri dan memperbaiki diri, agar PSHT tetap jaya dan lestari.
Kata Penutup
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para dulur SH Terate dan pembaca setia tewe my id. Mari kita jadikan PSHT sebagai wadah untuk mengembangkan diri, berprestasi, dan berkontribusi positif bagi bangsa dan negara.
Terima kasih telah membaca dan berkunjung di tewe my id. Sampai jumpa di artikel selanjutnya!
Salam Persaudaraan!
PSHT Jaya!
Tinggalkan Balasan