Cerita ini aku tulis bukan bermaksud mempolitisir permasalahan PKI atau semacamnya, yang terjalin dikala pilpres saja. Cerita ini aku tuangkan supaya jadi pengingat untuk generasi milineal kalau provokasi terhadap masyarakat NU serta perbuatan makar hendak sangat beresiko akibatnya.
Dia merupakan Kiai Musthofa dari Bonggah, Ploso, Nganjuk. Dia pula bagaikan pimpinan Ansor sekalian komandan banser 1965 awal kali di Nganjuk kota. Bapak Kiai Musthofa merupakan bendahara NU awal di Nganjuk. Berikut merupakan penggalan kisahnya yang dituturkan oleh putra Kiai Musthofa sebut saja Kang GPN( si putra tidak ingin diucap namanya). Cerita ini dikisahkan ke aku Ahad kemarin dikala Kang GPN( Gembong Pagar Nusa) nyambangi anaknya yang mondok di Tambakberas.
Dikala tahun 1960- an, PKI mulai menyebar di kota/ kabupaten di Jawa. Tidak ketinggalan di Nganjuk semacam di kampung Ploso, PKI pula tumbuh pesat, apalagi dapat diucap sebagai basis. Sebab merasa besar, anggota PKI yang memanglah mudah bergesekan dengan masyarakat NU kerap berikan panggilan yang kurang baik kepada masyarakat NU (Nahdhatul 'Ulama).
Misalnya dikala memanggil muslimat NU dengan istilah "jaran krudungan" alias kuda yang berkerudung. Pasti semacam ini membangkitkan kegeraman kepada Kiai Musthofa muda.
Kegeraman terus menjadi terakumulasi sebab provokasi kerap dicoba. Misalnya, sesuatu dikala Kiai Musthofa sempat mencari anggota Banser di daerah Njipangan, Nganjuk.
Tetapi dikala di tengah jalur, Beliau dilempari batu oleh PKI. Beraninya PKI ya cuma main lempar, bukan berhadapan.
Sedemikian massif PKI memprovokasi masyarakat NU, hingga Kiai Musthofa yang sesungguhnya tabah sebagaimana sabarnya masyarakat NU pada umumnya.
kesimpulannya tersulut pula, Kiai Musthofa yang pendekar jadug serta populer di Nganjuk ini sempat membakar panggung kesenian rakyat yang diselenggarakan oleh PKI di alun- alun. Alibi dibakarnya disebab judul cerita ataupun lakonnya yaitu "Rabine Gusti Allah" (Nikahnya Allah). Pasti ini merupakan penghinaan. Aksi pembakaran tersebut disembunyikan hingga di masa tuanya sebab dahulu sempat dicari oleh keamanan. Kiai Musthofa pula kerap membubarkan kesenian rakyat kledek yang diselenggarakan oleh PKI.
Perilaku tegas Kiai Musthofa tersebut menjadikan beliau sempat ditodong dengan karaben oleh tentara Tjakrabirawa yang asalnya dari Nganjuk. Tetapi Kiai Mustofa justru menyilahkan, Tetapi sang Tjakrabirawa malah khawatir.
Kesimpulannya dikala meletus kejadian 1965, Kiai Musthofa merupakan salah satu eksekutor PKI yang pedangnya berbobot 5 kilogram. Kiai Musthofa ingin jadi eksekutor sebabnya semacam dituturkan ke putranya, "Jika saya tidak menewaskan PKI, hingga apabila PKI menang, para santri hendak habis dibunuh. Aku pula dibunuh, serta kalian tidak hendak lahir."
Nama-Nama eksekutor di sekitaran Nganjuk kota tidak hanya Kiai Musthofa akan Tetapi ada H. Muhtarom, H. Fadil, Pak Syukur, Pak Mukti, Pak Muksin.
Kiai Musthofa sempat mengekskusi sebanyak 57 orang PKI. Banyak kiriman anggota PKI yang hendak dieksekusi berasal dari Kodim.
Tetapi dia pula sempat bersama rekan- rekannya mengambil tokoh PKI di daerah Mungkung. Dia pula sempat menyandera tokoh PKI di kantor NU lama yang dahulu diucap kantor banseran. Terdapat tokoh Gerwani dikala ingin dieksekusi hendak menyuap 5 sapi. Masih banyak cerita meyayat tetapi tidak aku tulis. Tetapi aku menyadari suasana dikala itu memanglah PKI kerap menghina, mengejek serta memunculkan kemarahan kepada masyarakat NU.
Kyai Musthofa dikala mengeksekusi sempat menyuruh PKI supaya bersyahadat dahulu, Jika ingin bersyahadat ya senantiasa dieksekusi sebab memanglah PKI sudah makar. Tetapi sangat tidak di akherat dalam keadaan muslim. Apakah ada dikala ini yang masih ingin makar di NKRI dengan ingin mengubah sistem?
Sehabis meletus kejadian 1965, mushola di dekat Kiai Musthofa penuh jamaah baru yang tiada lain merupakan anak buah PKI yang khawatir dieksekusi serta memohon proteksi atau Perlindungan.
Perilaku tegas Kiai Musthofa terhadap PKI masih terbawa sehabis kejadian 1965. Sesuatu dikala terdapat simpatisan yang bilang jika lengan tanganya dibelek (dibelah), hendak keluar palu aritnya. Perihal itu terdengar Kiai Musthofa, hingga tanpa ampun dia menghajarnya hingga lari ke kantor aparat.
Di dalam kantor tersebut senantiasa dihajar, sehabis itu dilerai sama aparat. Aparat mengambil keputusan dengan menyuruh simpatisan tersebut buat membalas. Kiai Mustofa mempersilakan buat membalas sepuasnya, tetapi malah simpatisan tersebut tidak berani membalas serta memohon maaf.
Di atas merupakan cerita sejarah memilukan tentang tahun 1965, pasti saat ini PKI telah Musnah, sebab partainya telah dibubarkan, serta orangnya telah habis.
Perihal sejarah ini, kita bisa ambil pelajaran. jangan mengkhianati NKRI serta menghina masyarakat NU secara terus menerus serta massif.